Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah
Dalam rangka meningkatkan pemahaman terkait peraturan penataan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang, Kementerian ATR/BPN Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah melaksanakan kegiatan Sosialiasi Peraturan Perundang-Undangan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah yang dilaksanakan selama 2 (dua) hari semenjak tanggal 21 s/d 22 Februari 2018 di Hotel Grand Sawit Samarinda kemarin.
Adapun kegiatan ini dihadiri oleh 75 peserta undangan yang terdiri atas OPD (Organisasi Perangkat Daerah) baik dari tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta beberapa unsur lain seperti PPNS dan Polda Provinsi Kalimantan Timur.
Acara diawali dengan laporan dari Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, yaitu Bapak Suryaman Kardiat yang mana dalam kesempatannya beliau menyampaikan bahwa dalam “Era Pengendalian” saat ini tugas Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah semakin berat terutama dalam kasus penertiban pemanfaatan ruang.
Tentu kekhawatiran Beliau bukanlah tanpa alasan mengingat Perencanaan Tata Ruang yang sudah memasuki tahap “hampir selesai”, yaitu dengan terbitnya 33 Perda RTRW Provinsi dari 34 Provinsi, 381 Perda RTRW Kabupaten dari 415 Kabupaten, dan 88 Perda RTRW Kota dari 93 Kota.
Sejumlah isu terkait pemanfaatan ruang seperti penerapan instrumen pengendalian penataan ruang, keterpaduan rencana sektor dan rencana tata ruang, serta tata cara pelaksanaan tugas PPNS Penataan Ruang menjadi fokus utama dalam banyaknya materi sosialisasi kali ini.
Dalam salah satu sesi, Bapak Dr. Ir. Eka A. Djasriain, SH, MUM selaku Kasubdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah III menyampaikan paparannya dengan penuh berapi-api mengenai audit penataan ruang dan PPNS penataan ruang.
“Apabila memang terdapat pengaduan dari masyarakat setempat terkait pelanggaran penataan ruang, maka sebaiknya PPNS Penataan Ruang dapat segera bertindak cepat dalam melaksanakan wewenangnya agar tidak timbul kerugian atau setidaknya dapat mengurangi adanya kemungkinan dampak kerugian yang lebih besar”, begitu katanya.
PPNS Penataan Ruang sendiri adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang memiliki wewenang dalam melakukan penyidikan terkait pelanggaran penataan ruang melalui beberapa proses analisa seperti identifikasi kesesuaian pemanfaatan ruang menggunakan data-data spasial ataupun verifikasi lapangan secara langsung.
Memasuki hari ke-dua dibahas 8 Rancangan Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN yakni mengenai : 1. Rapermen Peraturan Zonasi, 2. Rapermen Rencana Teknis Antara/ Interim Development Assessment Plan, 3. Rapermen Perizinan, 4. Rapermen Insentif dan Disinsentif, 5. Rapermen Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan, 6. Rapermen Perlindungan dan Pelaksanaan Tugas PPNS Penataan Ruang, 7. Rapermen Pengenaan Sanksi Administratif bidang Penataan Ruang, dan 8. Rapermen Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Materi – materi tersebut disampaikan oleh Dr. Ir. Eka Aurihan Djasriain, SH., MUM selaku Kasubdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah III, Gunung Haryadi, ST., MT selaku Kasi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah III, dan juga Dr. Vevin Syoviawati Ardiwijaya, ST., M.Sc selaku Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Pertanian.
Peserta sosialisasi sangat aktif dalam diskusi yang dipandu oleh moderator. Beberapa poin yang menjadi fokus diskusi adalah adanya alih fungsi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sehingga penting untuk dilakukan penertiban pemanfaatan ruang, salah satunya dengan penegakan hukum berupa pengenaan sanksi.
PPNS dapat berkontribusi dalam hal ini untuk melakukan pengawasan, pengamatan, penelitian dan pemeriksaan serta penyidikan terkait pemanfaatan ruang yang melanggar tata ruang. Upaya lain untuk mengendalikan pemanfaatan ruang adalah dengan menerapkan peraturan zonasi, insentif dan disinsentif serta pengaturan perizinan. Selain itu, pentingnya mengakomodir Proyek Strategis Nasional dengan melakukan koordinasi dan membuat kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Daerah melalui rapat TKPRD untuk menghasilkan rekomendasi teknis.
Di sisi lain, penting untuk mempertahankan dan mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian maupun aktivitas di sekitar kawasan pertanian yang berpotensi merusak dan menurunkan kualitas dan kuantitas lahan pertanian. Di Kalimantan Timur, lahan pertanian berpotensi kehilangan fungsinya karena adanya sektor pertambangan di bagian hulu. Oleh sebab itu, perlindungan seyogyanya tidak hanya pada lahan pertaniannya saja tetapi juga kepada infrastruktur pertanian dan kawasan yang memiliki keterkaitan secara fungsional dengan lahan pertanian. Hal tersebut menjadi salah satu masukan bagi rapermen mengenai lahan sawah berkelanjutan.
Untuk materi dan paparan lengkap dapat di download di sini.